Hadirkan Robert Choi Mentawai, Tadris IPS Angkat Budaya Mentawai dan Etnopedagogi melalui Kuliah Tamu
Media Center FTIK - Program Studi Tadris Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan (FTIK) UIN KHAS Jember menyelenggarakan kegiatan Kuliah Tamu bertajuk “Kearifan Lokal dan Kehidupan Budaya dalam Perspektif Antropologi, Pendidikan IPS & Etnopedagogi: Membaca Kehidupan Budaya Masyarakat Kepulauan Mentawai” pada Rabu, 8 Oktober 2025. Kegiatan ini dilaksanakan di Ruang Rapat Lantai 2 FTIK dan disiarkan secara daring melalui Zoom Meeting. Lebih dari dua ratus peserta yang terdiri atas mahasiswa, dosen, dan pemerhati budaya turut berpartisipasi secara aktif, baik secara luring maupun daring. Antusiasme peserta menunjukkan besarnya minat terhadap tema yang diangkat, yang relevan dengan upaya penguatan pendidikan berbasis kearifan lokal di Indonesia.
Kegiatan dibuka dengan registrasi peserta pada pukul 07.30 WIB, dilanjutkan dengan pembacaan ayat suci Al-Qur’an dan menyanyikan lagu kebangsaan Indonesia Raya. Sambutan pertama disampaikan oleh Koordinator Program Studi Tadris IPS, Fiqru Mafar, M.IP., yang menegaskan bahwa kuliah tamu ini merupakan bagian dari komitmen prodi dalam memperkuat implementasi kurikulum berbasis kearifan lokal dan semangat Merdeka Belajar Kampus Merdeka (MBKM). “Kegiatan ini tidak hanya mengenalkan budaya Mentawai, tetapi juga mengajak mahasiswa membaca kembali konsep living culture dalam pembelajaran IPS. Ini sejalan dengan semangat MBKM, di mana pengalaman belajar harus kontekstual dan berakar pada realitas sosial masyarakat,” ujarnya dalam sambutan pembukaan.
Sambutan berikutnya disampaikan oleh Dr. Hartono, M.Pd., Ketua Jurusan Pendidikan Sains FTIK, yang turut hadir mewakili pimpinan fakultas. Dalam arahannya, beliau menyampaikan apresiasi yang tinggi terhadap inisiatif Prodi Tadris IPS dalam menghadirkan kegiatan akademik yang berbasis nilai-nilai budaya dan kemanusiaan. “Kuliah tamu seperti ini memperkaya khasanah intelektual mahasiswa, sekaligus memperkuat identitas keindonesiaan dalam kerangka akademik. Pendekatan antropologis dan etnopedagogis harus menjadi pijakan utama dalam mendesain pembelajaran IPS yang kontekstual,” tegasnya.
Setelah pembukaan, kegiatan dilanjutkan dengan pemaparan materi oleh Robert Choi Sudarno S. Sakombatu, M.Pd., yang berlangsung hingga pukul 11.40 WIB. seorang pendidik dan peneliti budaya dari suku asli Mentawai yang telah lama bergiat dalam pelestarian kearifan lokal dan tradisi masyarakat kepulauan tersebut. Dalam paparannya, Robert Choi menekankan bahwa kearifan lokal bukan hanya sekadar warisan nenek moyang, tetapi merupakan fondasi moral, sosial, dan spiritual yang membentuk identitas suatu masyarakat. Ia menjelaskan bahwa dalam konteks pendidikan, guru IPS harus mampu mengintegrasikan nilai-nilai budaya ke dalam proses pembelajaran, agar peserta didik tidak tercerabut dari akar sosial-budayanya. “Kearifan lokal bukan sekadar warisan, tetapi fondasi moral dan identitas kolektif yang harus terus dihidupkan. Dalam konteks pendidikan, kita tidak bisa memisahkan ilmu sosial dari akar budaya tempat ia tumbuh. Masyarakat Mentawai mengajarkan keseimbangan antara manusia, alam, dan roh leluhur dan itu adalah nilai pendidikan yang sangat mendalam,” ungkapnya.
Lebih jauh, Robert Choi memperkenalkan pendekatan etnopedagogi sebagai kerangka pendidikan yang berakar pada kebudayaan lokal. Menurutnya, pendidikan yang berlandaskan etnopedagogi akan membantu peserta didik memahami makna hidup, tanggung jawab sosial, serta hubungan harmonis antara manusia dan alam. Ia juga memaparkan hasil penelitiannya di Kepulauan Mentawai, mulai dari struktur sosial masyarakat, sistem kepercayaan, hingga praktik budaya sehari-hari yang penuh nilai edukatif. Melalui pendekatan ini, Robert Choi mengajak mahasiswa dan dosen untuk menjadikan budaya sebagai laboratorium sosial yang kaya akan nilai pembelajaran.
Pemaparan tersebut berjalan interaktif, di mana peserta tidak hanya mendengarkan, tetapi juga berdialog aktif mengenai strategi pelestarian budaya dalam konteks pendidikan modern. Seusai sesi pemaparan, kegiatan berlanjut dengan istirahat dan kemudian sesi tanya jawab yang dipandu oleh moderator, Fiqru Mafar. Dalam sesi ini, peserta menunjukkan antusiasme yang luar biasa dengan mengajukan berbagai pertanyaan tentang bagaimana mengintegrasikan nilai-nilai budaya lokal dalam kurikulum IPS, serta bagaimana etnopedagogi dapat menjadi solusi dalam menghadapi tantangan globalisasi dan homogenisasi budaya.
Salah satu peserta, Nadia Rizqia, mahasiswa semester lima Tadris IPS, menyampaikan kesan positifnya terhadap kegiatan ini. Ia mengaku mendapatkan perspektif baru tentang bagaimana pendidikan bisa menjadi jembatan antara ilmu pengetahuan dan nilai-nilai budaya. “Saya merasa sangat terinspirasi. Selama ini kita belajar tentang masyarakat dari teori, tapi melalui kuliah ini, kita benar-benar melihat bagaimana budaya hidup dalam keseharian masyarakat Mentawai. Ini membuat saya semakin yakin bahwa IPS harus mengajarkan nilai-nilai kemanusiaan dan keberagaman,” tuturnya dengan penuh semangat.
Suasana kegiatan berjalan hangat dan penuh semangat kolaboratif. Baik peserta yang hadir secara langsung di ruang rapat FTIK maupun yang mengikuti melalui Zoom tampak antusias dan aktif dalam mengikuti setiap sesi. Diskusi yang terjadi memperlihatkan semangat akademik yang tinggi dan keinginan mahasiswa untuk memahami konteks sosial budaya secara lebih mendalam.
Kegiatan ini ditutup pada pukul 13.30 WIB dengan doa penutup dan sesi foto bersama seluruh peserta dan panitia. Dokumentasi kegiatan memperlihatkan momen kebersamaan antara narasumber, dosen, dan mahasiswa, yang menjadi simbol kolaborasi akademik lintas budaya.
Fiqru Mafar, M.IP., selaku Koordinator Program Studi sekaligus penanggung jawab kegiatan, menegaskan bahwa kegiatan semacam ini akan terus dilaksanakan secara berkala. Menurutnya, kegiatan kuliah tamu seperti ini tidak hanya berfungsi sebagai forum akademik, tetapi juga sebagai upaya membangun kesadaran budaya dan karakter mahasiswa yang berpijak pada nilai-nilai lokal. Ke depan, Prodi Tadris IPS berencana menjalin kerja sama riset dan pengabdian dengan komunitas budaya di berbagai daerah, termasuk Kepulauan Mentawai, sebagai langkah konkret dalam mengintegrasikan hasil kuliah tamu ke dalam kegiatan tridarma perguruan tinggi.
Kegiatan yang diinisiasi oleh Prodi Tadris IPS FTIK UIN KHAS Jember ini menjadi bukti nyata komitmen fakultas dalam menghadirkan pendidikan yang tidak hanya berorientasi pada ilmu, tetapi juga berakar pada nilai-nilai budaya dan kemanusiaan. Melalui kegiatan ini, mahasiswa diharapkan mampu mengembangkan kompetensi analitis, empati sosial, serta kepekaan budaya yang menjadi bagian integral dari pembelajaran IPS. Dengan semangat itu, FTIK UIN KHAS Jember terus meneguhkan peran transformasinya sebagai lembaga pendidikan yang memadukan keilmuan, budaya, dan nilai-nilai Islam dalam membentuk generasi pendidik yang berkarakter dan berdaya saing global.
“Melalui kearifan lokal, FTIK UIN KHAS Jember terus meneguhkan komitmen untuk menghadirkan pendidikan yang berakar pada budaya, berjiwa sosial, dan berorientasi pada kemanusiaan.”
Penulis: A. Barocky Zaimina
Editor: Evi R. Dianita




