Sarasehan UIN KHAS Jember Hasilkan Rekomendasi Kebijakan Moderasi Beragama
Media Center FTIK - Universitas Islam Negeri Kiai Haji Achmad Siddiq (UIN KHAS) Jember menggelar kegiatan Sarasehan Ulama` dan Akademisi: Pilar Moderasi Agama di Tengah Dinamika Global pada Rabu, 5 November 2025, bertempat di Ballroom Education Center (BEC) UIN KHAS Jember. Kegiatan yang berlangsung sejak pukul 08.00 hingga 13.00 WIB ini dihadiri oleh sekitar 200 peserta dari unsur tenaga dosen, akademisi, pengasuh pondok pesantren, serta beberapa santri perwakilan dari pesantren yang menjadi undangan. Kegiatan ini menjadi momentum penting bagi UIN KHAS Jember dalam mempertemukan para ulama dan akademisi guna membahas penguatan nilai-nilai moderasi beragama di tengah derasnya arus globalisasi.
Kegiatan ini secara resmi dibuka oleh Rektor UIN KHAS Jember, Prof. Dr. H. Hepni, S.Ag., M.M., CPEM, yang dalam sambutannya menegaskan bahwa sarasehan ini merupakan ruang strategis untuk memperkuat peran perguruan tinggi Islam dalam menjaga keseimbangan antara komitmen keagamaan dan perkembangan zaman. “Kita hidup di era global yang bergerak cepat arus informasi terbuka, tantangan ideologi lintas batas, dan pergeseran nilai keagamaan dalam masyarakat maka perguruan tinggi Islam seperti UIN KHAS Jember mempunyai tanggung jawab besar untuk memperkuat moderasi beragama. Moderasi bukan sekadar toleransi, melainkan keseimbangan antara komitmen keagamaan, keilmuan, dan kemanusiaan. Kita memilih ‘antara’ yang konstruktif bukan ekstrem kiri atau kanan, bukan eksklusif tetapi inklusif. Melalui sarasehan ini saya berharap muncul rekomendasi kebijakan yang konkret, terutama menyasar integrasi kurikulum, kolaborasi kampus-pesantren, dan penguatan jejaring moderasi nasional dan global,” ujarnya. Rektor juga menekankan bahwa kegiatan akademik keagamaan seperti ini harus berujung pada implementasi nyata di kampus, pesantren mitra, dan masyarakat luas. “UIN KHAS Jember harus menjadi pusat keilmuan yang juga menjadi aktor sosial bukan sekadar menghasilkan lulusan, tetapi juga pembaharu (agent of change) dalam wacana dan praktik moderasi,” tambahnya.
Sebagai moderator sarasehan, Dr. H. Abdul Muis, S.Ag., M.Si., selaku Dekan FTIK sekaligus Ketua Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB) Jember, membuka forum dengan narasi pengantar yang kritis dan mendalam. Ia menegaskan pentingnya dialog terbuka antara ulama dan akademisi dalam memperkuat fondasi moderasi agama di Indonesia. “Dalam dunia yang dipacu oleh globalisasi ekonomi, digitalisasi informasi, dan migrasi nilai-budaya, penting bagi kita untuk menempatkan moderasi agama sebagai pilar stabilitas sosial dan landasan pendidikan Islam yang kontekstual. Moderasi yang kita maksud bukan hanya penghindaran konflik, tetapi proaktif membangun ruang bersama yang produktif antara ulama, akademisi, pesantren, dan kampus. Melalui forum Sarasehan Ulama dan Akademisi, kita akan membedah secara kritis bagaimana moderasi agama dapat diinternalisasikan dalam kurikulum, penelitian, pengabdian masyarakat, dan jejaring global; bagaimana pesantren dan kampus bersinergi; serta bagaimana rekomendasi kebijakan bisa lahir dan diterjemahkan menjadi tindakan di lapangan,” tutur Dr. Abdul Muis. Ia menambahkan bahwa acara ini tidak sekadar “temu ulama dan akademisi”, melainkan sebuah ruang strategis untuk menghasilkan arah kebijakan bersama yang dapat diadopsi oleh kampus, pesantren, dan lembaga keagamaan.
Kegiatan sarasehan menghadirkan sejumlah pembicara terkemuka, yaitu: Prof. Dr. Nur Syam, M.Si. (Penasehat Ahli Menteri Agama RI), KH. Abdul Hakim Mahfud (Ketua PWNU Jawa Timur), KH. Ach. Sadid Jauhari (PP. Al-Falah Ash-Sunniyah Kencong Jember), Prof. Dr. H. Maskuri Bakri, M.Si. (Guru Besar UNISMA), KH. Muhammad Balya Firjaun Barlaman (PP. Ashtra Talangsari Jember), dan Drs. KH. A. Hamid Hasbullah (PP. Al-Azhar Jember).
Dalam pemaparan materinya, Prof. Dr. Nur Syam, M.Si. menyampaikan tema “Moderasi Beragama dalam Pendidikan Tinggi Islam: Tantangan dan Peluang.” Ia menjelaskan bahwa pendidikan tinggi Islam menghadapi tiga tantangan utama: komodifikasi pengetahuan agama, radikalisasi ideologis, dan fragmentasi sosial akibat globalisasi. Mengutip data UNESCO (2023), sebanyak 68% institusi pendidikan Islam di Asia Tenggara belum memasukkan modul moderasi beragama secara formal ke dalam kurikulum inti. Prof. Nursam menawarkan tiga pilar solusi: integrasi nilai moderasi di setiap mata kuliah, penguatan penelitian terapan antara kampus dan pesantren, serta pembangunan jejaring global dengan lembaga Islam moderat dunia. “Jika kampus Islam hanya fokus pada keilmuan internal tanpa membuka dialog dengan pesantren dan masyarakat global, maka ia akan tertinggal dalam mencetak lulusan yang tahan terhadap gelombang ideologi ekstrem,” ujarnya.
Selanjutnya, KH. Abdul Hakim Mahfud, Ketua PWNU Jawa Timur, mengangkat materi berjudul “Wasathiyah Islam Nusantara sebagai Vaksin Ketahanan Bangsa.” Ia menegaskan bahwa Islam wasathiyah (moderat) merupakan warisan ulama Nusantara yang terbukti menjaga harmoni bangsa. Data dari BNPT menunjukkan bahwa santri yang aktif dalam program moderasi menunjukkan penurunan kecenderungan ekstrem hingga 45% dalam lima tahun terakhir. Beliau mendorong penguatan pendidikan literasi digital di pesantren, kolaborasi kampus-pesantren, dan pembentukan roadmap moderasi 2025–2030. “Islam wasathiyah bukan sekadar moderasi pasif, tetapi aktif membela kemanusiaan, mengawal keadaban global, dan menjadikan pesantren dan kampus sebagai laboratorium perdamaian,” ungkapnya.
Sementara itu, Prof. Dr. H. Masykuri Bakri, M.Si., Guru Besar UNISMA, memaparkan materi “Pendidikan Pesantren dan Kampus di Era Digital: Sinkronisasi dan Tantangan.” Berdasarkan hasil penelitian Rahman et al. (2020), hanya 27% pesantren mu`adalah yang memiliki kolaborasi riset dengan kampus, dan 34% memiliki kurikulum digitalisasi moderasi. Ia menekankan pentingnya kolaborasi teknologi dan nilai moderasi. “Ketika kampus Islam dan pesantren bersinergi, mereka bukan hanya bertahan, tetapi menjadi agen perubahan. Digitalisasi hanyalah alat; nilai dan integritas adalah ruhnya,” tegas Prof. Maskuri.
Adapun KH. Ach. Sadid Jauhari dari PP. Al-Falah Ash-Sunniyah Kencong Jember membahas “Moderasi Agama Lokal sebagai Basis Ketahanan Sosial di Jember.” Beliau menyoroti pentingnya nilai-nilai lokal seperti ukhuwah wathaniyah dan gotong royong dalam memperkuat ketahanan sosial. Berdasarkan survei PKPNU Jember (2024), 82% santri di wilayah Jember memandang keberagaman sebagai kekuatan sosial. KH. Sadid mendorong pembentukan forum pesantren-masyarakat untuk dialog lintas agama dan budaya, sinergi kampus-pesantren untuk literasi moderasi digital, serta pembentukan Jaringan Moderasi Agama Jember Raya. “Moderasi di Jember tumbuh dari akar pesantren dan kebersamaan sosial. Kita harus menjaga agar akar itu terus hidup dan berkembang dalam konteks global,” ungkapnya.
Sementara KH. Muhammad Balya Firjaun Barlaman dari PP. Ashtra Talangsari Jember menyampaikan tema “Peran Santri dan Mahasiswa dalam Mengawal Moderasi di Era Post-Truth.” Ia menyoroti fenomena post-truth di mana fakta sering dikalahkan oleh emosi dan narasi palsu. Mengutip studi UNESCO (2025), 57% pemuda Muslim Indonesia belum terbiasa memverifikasi konten keagamaan sebelum membagikannya di media sosial. Ia mengusulkan pembentukan Moderation Ambassadors (duta santri-mahasiswa) yang fokus pada literasi digital, dialog lintas agama, dan penelitian aksi moderasi. “Kalau santri dan mahasiswa hanya menjadi konsumen informasi, maka mereka akan terombang-ambing. Tapi jika mereka jadi produser moderasi penulis, pelaku, peneliti maka mereka akan menjadi benteng sosial di zaman ini,” tegasnya.
Terakhir, Drs. KH. A. Hamid Hasbullah dari PP. Al-Azhar Jember memaparkan materi “Jejak Moderasi dalam Tradisi Pesantren dan Implikasinya untuk Pendidikan Tinggi.” Ia menegaskan bahwa tradisi pesantren telah lama mengajarkan nilai wasathiyah melalui adab, toleransi, dan kebersamaan. Berdasarkan penelitian pesantren NU 2023, pesantren yang mengimplementasikan kurikulum moderasi menunjukkan peningkatan partisipasi sosial alumni hingga 31%. Ia merekomendasikan agar kampus mendirikan laboratorium moderasi yang mengintegrasikan penelitian, pengabdian, dan pembelajaran praktis. “Tradisi pesantren moderat bukan warisan pasif, melainkan fondasi praksis yang bisa dikembangkan bersama kampus untuk mengantisipasi tantangan global,” ujarnya.
Kegiatan ini dihadiri oleh sejumlah undangan internal, antara lain Kabiro, para Wakil Rektor, Ketua dan Sekretaris Senat, para Dekan dan Wakil Dekan, Direktur dan Wakil Direktur Pascasarjana, para Kajur, Sekjur, Kaprodi, Koorprodi, Ketua Lembaga, Kepala SPI, para Kepala UPT, Kabag Umum dan Akademik, Kabag Fakultas, Kasubbag Layanan Akademik, Kasubbag Pascasarjana, serta para Ketua Tim. Sementara dari eksternal, hadir tokoh-tokoh ulama nasional dan daerah seperti Dr. KH. Abdullah Syamsul Arifin (Ketua LDNU Pusat), KH. Abdul Hakim Mahfud (PWNU Jatim), Prof. Dr. H. Maskuri Bakri, M.Si. (UNISMA), KH. Abdul Haris (PP. Al-Bidayah), Prof. Dr. H. Aminullah Elhady (Ketua PDM Jember), Drs. Saiful Bahri, M.M. (Ketua PCNU Jember), KH. Hodri Ariev (PP. Bahrul Ulum Silo), KH. Muhammad Balya Firjaun Barlaman (PP. Ashtra Talangsari), serta puluhan pengasuh pesantren dari berbagai kecamatan di Kabupaten Jember.
Dari hasil diskusi yang dinamis dan mendalam, para peserta sepakat untuk memperkuat integrasi nilai moderasi beragama dalam kurikulum pendidikan tinggi Islam, memperluas jejaring kerja sama kampus-pesantren, serta membangun sistem pendidikan yang inklusif dan adaptif terhadap perubahan global. Hasil sarasehan ini juga akan menjadi rekomendasi arah kebijakan strategis UIN KHAS Jember untuk lima tahun mendatang, meliputi pembentukan Center for Islamic Moderation Studies, program literasi digital keagamaan, serta peningkatan jejaring internasional berbasis moderasi Islam.
Kegiatan Sarasehan Ulama` dan Akademisi ini menegaskan peran UIN KHAS Jember sebagai perguruan tinggi Islam yang berkomitmen membumikan nilai-nilai Islam rahmatan lil ‘alamin melalui pendekatan akademik, spiritual, dan sosial. Melalui sinergi ulama dan akademisi, diharapkan lahir gagasan dan kebijakan yang memperkuat harmoni antarumat serta memperkaya khazanah keilmuan Islam yang moderat dan relevan dengan tantangan zaman.
Penulis: A. Barocky Zaimina
Editor: Evi R. Dianita




